Delik Korupsi Dalam Hukum Pidana
Surizkifebrianto.id – Delik diambil dari kata delictum yang artinya perbuatan. Manurut Moeljatno delik sendiri memiliki arti sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertasi ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Namun bagaimana cara agar suatu perbuatan tersebut dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana atau perbuatan yang dilarang dan disertai sanksi haruslah ada aturan hukum yang mengatrunya terlebih dahulu atau biasanya disebut sebagai asas legalitas. Dalam hukum Indonesia asas legalitas terdapat dalam pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa “tidak seorang pun dapat dipidana atau dikenakan pidana, kecuali perbuatan tersebut telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu dilakukan”.
Di indoensia sendiri tindak pidana korupsi termasuk tindak pidana khusus yang mana pengaturannya diatur diluar dari KUHP, Undang-undang mengenai tindak pidana korupsi diatur dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2001 perubahan atas undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Didalam Black Law Dictionary mengartikan korupsi sebagai tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan yang bertentangan dengan tugas resmi dan hak orang lain.
Didalam Undang-undang pemberantasan korupsi sendiri membagi tindak pidana korupsi menjadi dua delik. Yang pertama delik korupsi dan delik lain yang ada kaitannya dengan korupsi. Delik korupsi sendiri dibagi menjadi 7 jenis yaitu:
- Delik korupsi yang merugikan keuangan nwgara
- Delik suap
- Delik penggelapan dalam jabatan
- Delik pemberasan
- Delik perbuatan curang
- Delik benturan/konflik kepentingan dalam pengadaan
- Delik menerima gratifikasi
Sedang kan yang dimaksudkan dengan delik lain yang ada kaitannya dengan korupsi memiliki subtansi yang sama dengan delik umum namun ia memiliki katian dengan delik korupsi.
Baca juga: Hak Asasi Manusia Dalam Konteks Hukum Internasional
Kebijakan Kriminal Dalam Pemberantasan Korupsi
Secara sederhana kebijakan kriminal dapat diartikan sebagai reaksi masyarakat terhadap kejahatan tersebut. Dari reaksi tersebut timbulah suatu usaha untuk mencegah kejahatan tersebut. Dalam buku Barda Nawawi Arief mengambil pengertian kebijakan kriminal dari Marc Ancel yang mengartikan kebijakan kriminal adalah “ The rational organization of the control of crime by society “. Selanjutnya Barda Nawawi Arief juga menerangkan bahwa kebijakan kriminal merupakan usaha intergral dalam upaya perlindungan masyarakat. Dalam melakukan upaya tersebut dibagi dengan 2 cara yaitu upaya penal dan non penal.
Upaya penal dapat diartikan sebagai dengan menggunakan hukum pidana sebagai instrument dalam pencegahan dan pemberantasan sedang non penal adalah upaya tanpa menggunakan hukum pidana. Pemberantasan korupsi adalah upaya untuk penanggulangan dan penghapusan korupsi.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan upaya penal seperti penegak hukum dan pemidanaan. Dalam upaya menggunakan sarana penal, formulasi pengaturan hukum mengenai tindak pidana dan penegakan hukum sangat penting. Dalam hal formulasi hukum pidana indoensia mengacu pada UU No 20 tahun 2001 perubahan atas Undang-undang No 31 tahun 1999 atau UU TIPIKOR tenang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dikarenakan bahwa tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat serius maka pemberantasannya dilakukan sedini mungkin ditandai denga adanya pasal khusus mengenai pemufakatan jahat.
Namun pemufakatan jahat dalam UU TIPIKOR tidak dijelaskan secara jelas terkait pengertian terhadap frasanya. Juga dalam UU Tipikor terdapat pergeseran paradigma pembuktian yang mengizinkannya ada pembuktian terbalik yang mana bertentangan pada asas hukum pada umumnya yaitu siapa yang menuntut dia yang membuktikan. Karena pembuktian terbalik bertentangan dengan asas umum maka pembuktian terbalik hanya diperuntukkan pada pidana khusus yang diatur undang-undangnya.
Lalu sebagai upaya agar UU TIPIKOR tidak hanya menjadi suatu norma belaka pemerintah juga turut membentuk suatu komisi yang bertugas untuk melakukan tindak pidana korupsi yaitu KPK yang menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Yang menjadi dasar hukum dari KPK ialah Undang-Undang No 30 Tahun 2002 yang mengalami perubahan yang saat ini menjadi Undang-undang Nomor 19 tahun 2019 yang mana saat pengesahan perubahan undang-undang tersebut dapat banyak kontroversi salah satunya menganggap bahwa perubahan UU terbaru menghilangkan independensi lembaga KPK.
Lalu pembentukan pengadilan Ad Hoc yang mengadili perkara tindak pidana korupsi dengan di terbitkannya UU No 46 Tahun 2009 tentang pengadilan tindak pidana korupsi menjadi suatu kebijakan yang menandakan keseriusan pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Dikarenakan bahwa tindak pidana korupsi dianggap sebagai suatu kejahatan yang serius yang menyebabkan kerusakan dalam sendi kehidupan masyarakat maka perlu membentuk suatu pengadilan yang bertugas secara khusus untuk mengadili tindak pidana korupsi. Hal ini juga untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat dalam penegakan hukum tindak pidana korupsi.
Peran Masyarakat Dalam Pemberantasan Korupsi
Dalam upaya pemberantasan korupsi memerlukan semua elemen mulai dari penegakan hukum, Kerjasama antar lembaga hingga peran masyarakat dalam membantu pemberantasan korupsi. Mengenai peran masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi sendiri juga turut diatur dalam UU TIPIKOR yaitu pada pasal 41 dan pasal 42 serta diatur lagi lebih lanjut mengenai peran masyarakat dan penghargaan dengan PP No. 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Disini masyarakat memiliki peran untuk mencari, mendapatkan, dan memerikan laporan terkait dugaan tindak pidana koruosi dan juga masyarakat secara bertanggung jawab dapat memberikan sarat terkait pencegahan korupsi yang mana tentu saja negara atau pemerintah memiliki catatan penting untuk melindungi masyarakat yang meberi laporan ataupun kesaksian tindak pidana korupsi.