Konflik sebagai masalah umum manusia
Surizkifebrianto.id – Dalam berkehidupan antar masyarakat tidak selalu berjalan dengan lancar, karena pada dasarnya manusia memiliki otak dan cara berpikir masing-masing. Benturan kepentingan seringkali terjadi di masyarakat yang melahirkan sengketa hukum seperti sengketa kepemilikan, sengketa dalam bisnis, keluarga, agama dan lainnya. Penyelesaian konflik melalui litigasi atau persidangan sering kali menjadi pilihan utama dalam penyelesai sengketa hukum. penyelesaian sengketa melalui persidangan memang membawa pada penyelesaian sengketa namun juga memiliki dampak yang harus diperhatikan.
Penyelesaian sengketa melalui persidangan memakan waktu yang lebih lama, putusan dari persidangan terkadang tidak selalu memuaskan semua pihak, rusaknya hubungan antar para pihak. Untuk mencapai kesepakatan bersama yang lebih fleksibel, murah biaya, dan tetap menjaga hubungan baik dengan para pihak serta memberikan solusi yang dapat diterima oleh semua pihak penyelesaian sengketa hukum hendaknya di selesaikan dahulu dengan berbagai alternatif penyelesaian sengketa salah satu cara yang dapat ditempuh adalah mediasi. Menurut Satjipto Rahardjo, bagi mereka yang menggunakan optik sosiologi hukum dalam memandang hukum penyelesaian di luar pengadilan adalah hal yang biasa.
Namun tidak demikian hal nya dengan mereka yang berpikir formal legalistik. Lebih lanjut ia juga menyebutkan bahwa cara berpekara lebih dari satu tempat lebih lagi berlaku bagi Indonesia yang begitu majemuk, yang terdiri dari sekian ratus komunitas adat atau lokal. Marc Galanter menyebutkan bahwa untuk memperoleh keadilan, masyarakat tidak harus terbelenggu dengan suatu ruang yaitu ruang pengadilan, tetapi ada banyak ruang di luar pengadilan yang dapat dipilih secara sukarela oleh parah pihak yang bersengketa. Marc Galenter menamakannya dengan “Justice In Many Rooms”., yaitu pengadilan dapat dijalankan dibanyak tempat tanpa memerlukan format dan prosedur yang formal.
Definisi Mediasi
Mediasi dapat dikatakan dengan musyawarah antara para pihak, mediasi adalah cara penyelesaian sengketa hukum dengan menggunakan pihak ketiga yang bersifat netral sebagai mediator untuk mencari kesepakatan bersama dalam penyelesaian sengketa hukum. Mediasi sendiri diambil dari bahasa latin, mediare yang berarti berada di tengah. Ini artinya pihak ketiga atau mediator yang bersifat netral mengambil posisi penengah antara pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan sengketa hukum.
Menurut Takdir Rahmadi mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Dari penjelasan di atas dapat kita simpulkan bahwa media merupakan suatu cara penyelesaian sengketa hukum yang mana terdapat peran dari pihak ketiga sebagai mediator yang bersifat netral untuk menengahi para pihak untuk menyelesaikan sengketa hukum. Yang mana dalam proses mediasi keputusan tetap berada ditangan para pihak karena mediator tidak memiliki kewenangan untuk memutuskan.
Baca juga: Pengantar Hukum Perjanjian
Mediasi Dalam Sistem Hukum Indonesia
Mediasi sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa hukum telah diakui dalam sistem peradilan Indonesia. UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa mengakui mediasi sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa. Dalam Pasal 1 ayat 10 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menyebutkan “ Alternatif Penyelesaian Sengketa Adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, atau penilaian ahli “.
Lalu dalam sistem peradilan Indonesia sendiri tata cara pelaksanaan mediasi diatur dalam Perma No. 2 Tahun 2003 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan yang diubah dengan Perma No. 1 Tahun 2016 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Dalam sistem peradilan Indonesia terutama dalam sengketa perdata, mediasi adalah langkah yang wajib dilakukan sebelum persidangan. Mediasi dapat dilakukan selama belum ada putusan baik tingkat pertama, banding ataupun kasasi.
Mediasi dianggap sebagai cara penyelesaian sengketa secara damai dan merupakan kesesuai dengan asas penyelenggaraan pengadilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Dalam pengadilan, pihak sengketa dapat memilih apakah mediasi dilakukan di dalam pengadilan atau di luar pengadilan dengan biaya ditanggung para pihak atau sesuatu kesepakatan antar para pihak. Dalam hal mediasi yang dilakukan para pihak mencapai kesepakatan maka kesepakatan itu dituang dalam akta vandading. Jika suatu mediasi tercapai kesepakatan maka mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah gagal dan memberitahukannya pada hakim. Hakim pemeriksa perkara wajib menyebutkan bahwa perkara telah di upayakan perdamaian melalui mediasi.
Referensi :
- Satjipto Rahardo, Penegakan Hukum Progresif, Kompas, Jakarta.
- Nita Triana, Alternative Diaspute Resolution, Kaizen Sarana Edukasi, Yogyakarta, 2019.
- UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.